Kamis, 04 April 2013

Ssst.... Jangan Berteriak!!!



Mama.....
Aku mau makan coklat... (nada berteriak). Pokok aku ngak mau tau. Cepat maa.....
Hmm.. begitulah cara si buah hati meminta belakangan ini.

 

Untuk mengambil hati orangtua, si kecil kerap berteriak. Bagaimana jika perilaku ini menjadi kebiasaan?
Menginjak usia 5 tahun, banyak sekali kemampuan yang sudah dimiliki si kecil. Salah satunya adalah kemampuan untuk mengekspresikan dirinya. Berteriak adalah salah satu ekspresi yang kerap dilakukan si kecil. Dengan berteriak, ia merasa semua yang ada dalam pikirannya bisa ditangkap oleh orang lain.

Kenali Penyebabnya

Banyak hal yang membuat si kecil gemar berteriak. Misalnya, karena ia meminta sesuatu, ingin diperhatikan, meniru, atau mungkin karena alasan lain. Sebagai orangtua, Anda harus teliti mengenalinya. Mari simak beberapa uraian berikut ini:

·         Minta Perhatian.
Kesibukan orangtua atau hadirnya adik baru kadang membuat si-kakak merasa terabaikan dan tersisihkan. Nah, untuk menunjukan kekecewaannya itu, beragam cara akan dilakukan. Menangis, mengambek, berguling, bahkan bereteriak adalah bentuk komunikasi si kecil yang mudah dan sering dilakukannya. Dengan cara itu, ia berharap orangtua bisa berbagi waktu untuknya atau memedulikannya.

·         Mencontoh sekitarnya
Si kecil adalah copycat yang luar biasa cerdasnya. Memorinya akan merekam segala tingkah laku orang sekelilingnya. Nah, jika orang-orang disekitarnya atau teman-teman sebayanya sering berteriak saat melakukan dan meminta sesuatu, si kecil pun akan mengikuti kebiasaan tersebut.

·         Energi tak tersalurkan
Pada beberapa kasus, seperti anak hiperaktif, tempertantrum (emosional), atau anak autis, perilaku suka berteriak sering muncul. Kelainan tersebut membuat si kecil tidak bisa mengendalikan emosinya dengan  baik. Salah satu kompensasinya adalah dengan berteriak.

·         Karakteristik si kecil
Beberapa teori menyebutkan bahwa anak yang sulit diatur banyak disebabkan oleh faktor kejiwaan orangtua saat mengandung. Stres atau banyak pikiran atau konsumsi nikotin dan adiktif pada ibu yang tengah mengandung akan berdampak pada si janin. Setelah lahir, dampak itu akan makin terlihat. Tidak sedikit bayi yang memperlihatkan kecenderungan sulit diatur. Bahkan, hal itu berlanjut kala ia menginjak usia balita.

·         Pelajari Manupulatif
Sikap ini biasanya dipelajari anak dari pengalaman sebelumnya. Misalnya, jika si kecil mempunyai keinginan yang ditolak orangtua, ia pun mulai berteriak-teriak. Karena tidak tahan melihat tingkah laku si kecil, orangtua akhirnya memenuhi keinginan tersebut.


Jangan Terpancing

Siapa yang tahan mendengar teriakan keras si kecil yang terus menerus? Namun, membalasnya dengan teriakan, apalagi bentakan tentu bukan jawaban. Selain tidak memecahkan masalah, cara itu akan membuat anak akan trauma dan lebih parah lagi akan bereaksi membanting pintu atau barang di sekitarnya! Meninggalkan si kecil yang sedang marah juga bukan tindakan yang bijaksana, sebab ia akan merasa bahwa Anda mengabaikannya. Lalu... apa yang harus orangtua lakukan??
Dekati si kecil, gendong bila memungkinkan, peluk dengan hangat hinga ia merasa betul-betul di sayangi dan dicintai. Perlahan, belai rambutnya dengan lembut sehingga ia akan lebih cepat merasa tenang. Perasaan tenang akan membuat komunikasi Anda dan si kecil lebih muda terjalin.
Selain orangtua tidak perlu tersulut emosi, sebaiknya Anda pun tidak serta merta mengikuti permintaan anak yang tidak realistis. Musalnya ia ngotot minta dibelikan mainan pada malam hari, uang jajan yang cukup besar, gadget, dan lain sebagainya. Anda harus mengatakan ‘tidak’. Tentunya anda mengatakannya tanpa emosi  ataupun bernada memarahinya. Jika anda menjadi marah dan mulai memukul  ataupun tindakan lain yang  membahayakan, bawalah ia ketempat yang lebih aman  hingga anak menjadi tenang. Berilah alasan logis kepadanya. Katakan bahwa ia di ilakbawa ketempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan.
Perlaku suka berteriak sebenarnya bisa hilang dengan sendirinya. Namun, seringkali perilaku ini menjadi kebiasaan. Tentu akan sulit menghilangkannya. Padahal, banyak dampak buruk dari kebiasaan tersebut.


Sumber
Growing up parents guide