Rabu, 02 Oktober 2013

Anakku Mulai Membantah



Saya tidak habis pikir dengan perilaku si sulung belakangan ini. Yefta (6,5 tahun) beberapa bulan lalu memperlihatkan sikap yang kurang nyaman dari pandangan saya dan suami. Jika diminta mandi, ia selalu menjawab “nanti saja,malas”, atau seperti biasa tugasnya menyiapkan minum untuk kami sepulang bekerja dia akan menjawab “mommy ambil sendiri ya!”, bahkan ketika diminta merapikan mainan dia akan menjawab “saya cape, mau nonton dulu”. Berulang ulang dilakukan saya mulai tak sabar dan marah.

Membantah! Hampir semua anak pernah membantah atau melawan orangtuanya. John Gray, Ph.D., dalam Children Are From Heaven, perlawanan seorang anak terhadap orangtuanya terjadi karena anak mulai mempunyai kemauan, keinganan dan kebutuhan sendiri. Perilaku tersebut juga menandakan perkembangan kemandirian pada anak. Mungkin ia sudah merasa menjadi anak yang cukup besar yang bisa melakukan segalanya sendiri. Perasaan tersebut membuat sikecil mudah tersinggung jika ada tekanan dari luar dirinya. Itulah mengapa sikapnya bisa berubah saat mendengar kata-kata perintah atau laranangan. Perubahan sikap tersebut bisa membentuk anak menjadi penurut atau justru melakukan perlawanan. Namun, perasaan mandiri tidak selamanya jelek sebab kemandirian itu juga bermakna bahwa anak sudah punya pendirian, potensi yang sangat penting bagi kreativitas anak. Tidak hanya itu. Aksi perlawanan juga bisa muncul jika ia merasa diperlakukan tidak adil. Anak tersebut diminta melakukan sesuatu dengan cara kasar, merendahkan harga dirinya, dan dituntut untuk menuruti kemauan orangtuanya sehingga ia melakukan tindakan perlawanan.

Hati-hati Jika Sering Terjadi
Dilarang sedikit saja, sikecil bisa melakukan membantah, memberontak atau bahkan melawan. Bagaimana jika perilaku tersebut sering muncul? Jangan diamkan saja. Sebagai orangtua Anda mempunyai kewajiban untuk mengurangi kebiasaannya tersebut. Berikut hal yang bisa Anda lakukan.

-      Hargai Anak. Sikap yang adil, hangat, penuh kasih sayang dan cenderung menghargai anak akan melahirkan sikap yang kooperatif pula. Inilah yang seharusnya lebih dulu diciptakan oleh keluarga.

-      Dengarkan keluhannya. Sediakan waktu sedapat mungkin untuk mendengarkan keluhan dan penolakan anak. Jika si kecil merasa kebutuhan untuk dimengerti sudah terpenuhi, seketika itu sebagian besar perjuangannya sudah selesai. Anak akan menyadari bahwa ia begitu diperhatikan oleh orangtuanya.

-    Ungkapkan dengan Jelas. Ketika menemukan sikapnya yang mulai menjengkelkan, ungkapkan ketidak senangan Anda dengan kalimat jelas dan tidak memojokkan anak. Dari pada mengatakan, “ayo cepat mandi, Mama ngak suka punya nak malas dan bau”, lebih baik katakan “Yuk, sayang kita mandi, biar wangi dan tidak kotor setelah itu kita bermain lagi”.

-      Berupaya Lebih Akrab. Binalah hubungan yang hangat dan akrab dengan sikecil. Makin menyenangkan anak dimata sikecil, tentu ia akan lebih terbuka. Jangan lupa tanamkan nilai-nilai moral, dan norma sosial yang berlaku.

-     Beri Hukuman. Jika cara diatas tidak juga berhasil, perlu upaya lain untuk terus mengingatkannya. Salah satunya dengan memberikan hukuman. Gunakan hukuman langsung yang terasa akibatnya.  Misalnya, “kalau kami tidak merapikan mainan yang berserakan ini, mama akan simpan ditempat tersembunyi dan kamu tidak dapat bermain sampai besok sore.” Namun, hindari hukuman fisik dan kata-kata tajam.


Selamat mendidik


Referensi :

Growing up usia 5 – 6 tahun

Senin, 16 September 2013

Merengek Lagi.. Lagi.. lagi Merengek





Banyak cara yang dilakukan anak untuk mendapatkan perhatian orangtuanya. Salah satunya dengan cara merengek. Bagaimana menghadapi perilaku tersebut?...


“Ma, aku mau boneka itu,” pinta Jeanet sambil menunjuk boneka baru milik temannya.
“Loh, de.. kamukan ada boneka panda yang sama, nih lihat samakan” bujuk saya sambil menunjukan boneka panda coklat miliknya. “Ngak mau, aku maunya yang itu yang pink” desak putri kecil saya yang kala itu berusia 3,5 tahun..

Merengek! Hampir semua anak pernah merengek. Perilaku tersebut merupakan hal yang biasa pada anak-anak dan bukan pertanda sikap manja. Merengek merupakan bentuk ekspresi rasa frustasi dan rasa tidak bahagia anak. Oleh karena itu si kecil akan cenderung merengek saat dirinya merasa lelah, sakit, kesal, lapar atau bosan. Merengek juga akan timbul karena kata ‘tidak’ dari orangtua. Dengan merengek si kecil berharap bisa mengubah kata ‘tidak’ menjadi kata ‘ya’. Kebiasaan tersebut biasnya dimulai dari usia batita dan terus berlangsung hingga tahun-tahun awal masa sekolah.

Agar hal itu tidak terjadi pada buah hati Anda, cermati beberapa kiat berikut:

-      Ajarkan komunikasi efektif
Berikan contoh yang baik bagaimana cara berkomunikasi yang efektif. Jika sikecil menginginkan sesuatu, ajarkan ia berkata, “ma, aku mau mobil-mobilan itu. Boleh, tidak ?”

-      Beri perhatian
Anak kerap merengek karena ingin mendapatkan perhatian orangtuanya. Oleh karena itu, sesibuk apapun Anda, sebaiknya jangan lupa untuk memberi perhatian kepada buah hati Anda. Banyak cara bisa dilakukan, misalnya dengan menelponnya saat Anda sibuk dikantor atau sedang tak ada dirumah.

-       Alihkan konsentrasinya
Saat anak meminta sesuatu sambil menangis, jelaskan bahwa rengekannya itu tidak akan berhasil, Anda mau mendengarkannya jika ia menggunakan suara biasa. Jika cara ini tidak berhasil, tidak ada salahnya jika Anda mengalihkan konsentrasinya pada hal lain yang menarik perhatiannya.

-       Biarkan anak membuat keputusan
Bantulah anak agar lebih mempunyai  kontrol terhadap dirinya.

-      Berikan reward
Ajarkan anak Anda meminta sesuatu secara sopan meskipun cara itu tidak menjamin permintaannya dipenuhi. Anak harus belajar bahwa segala keinginannya tidak harus terpenuhi.

-      Orangtua jangan merengek
Jika sekali waktu, tanpa sadar Anda meminta pada anak atau pasangan, dengan cara merengek, jangan salahkan anak jika mencontohnya.

-      Penuhi kebutuhan dasarnya
Kondisi lelah, lapar, atau sakit bisa membuat anak rewel dan suka merengek.


Referensi :

Growing up usia 5 – 6 tahun

Selasa, 10 September 2013

Mempersiapkan Jari Tangan si Mungil Untuk Menulis




Sebenarnya Kesiapan menulis dimulai dari tempat bermain anak, bukan didalam kelas atau bahkan diatas meja belajar. Mungkin banyak diantara kita yang mengangap bahwa latihan menggunakan alat tulis seperti crayon, pensil, spidol ataupun pulpen adalah cara yang paling tepat untuk memulai mengajarkan anak dengan kegiatan menulis. 

Menulis adalah suatu aktifitas yang kompleks yang mencakup gerakan tangan, jari, dan mata secara terintegrasi. Banyak sekali kemampuan yang terlihat ketika sikecil sedang duduk menulis goresan sederhana

Seperti yang dilakukan oleh putri kecil saya Jeanet saat berusia 2 tahun.


Sebelum si kecil siap untuk menulis, ada baiknya terlebih dahulu  diperkenalkan kegiatan yang mendukung kemampuan menulis atau yang biasanya disebut kegiatan pra menulis. Pada kegiatan ini motorik halus sebagai kemampuan dasar yang harus dikuasai untuk menulis dilatih, disamping juga untuk menumbuhkan minat dan motivasi anak untuk menulis dan belajar.

Berikut ini adalah beberapa contoh kegiatan pra menulis yang menyenangkan bagi si kecil, antaralain:

v  Mari Menabung
Alat yang dibutuhkan:
-      Kotak atau kardus sepatu yang salah satu sisinya sudah dilubangi 2 atau 3 lubang dengan cutter, usahan lubang berada tidak sejajar/searah satu dengan yang lainnya, hal ini agar permainan lebih bervariasi dan bertantangan
-      Koin/kancing baju (lebih baik dengan bermacam-macam ukuran)
Permainan ini melatih pola pegang alat tulis (3 jari), koordinasi mata tangan, serta melatih kecekatan dan keluwesan jari tangan serta pergelangan tangan (bila anak mencoba memasukkan koin/kancing dengan berbagai macam posisi lubang.

v  Membantu Menjemur
Alat yang dibutuhkan:
-      Jepitan jemuran
-      Gambar favorit anak, foto, saputangan, kaus kaki si kecil
-      Tali (terbentang diikat diantara 2 kursi kecil)

Permainan melatih pola pegangan alat tulis (3 jari), melatih kekuatan jari-jari, koordinasi dua tangan, serta koordinasi mata-tangan.

v   Memasukkan Kacang Hijau kedalam Sedotan.
Alat yang dibutuhkan:
-      Sedotan plastik besar dan kacang hijau
Permainan ini melatih pola pegang alat tulis, koordinasi dua tangan, koordinasi mata-tangan, melatih kecekatan dan keluwesan jari tangan serta melatih konsentrasi dan kesabaran si kecil.

v  Bermain Pipet air
Alat yang dibutuhkan:
-      Pipet (bisa dibeli diapotek)
-      Air (lebih baik ditambahkan dengan pewarna makanan)
Permainan ini melatih koordinasi mata-tangan, melatih kontrol kekuatan dan gerakan jari tangan si kecil.


Kegiatan-kegiatan diatas merupakan sebagian kecil yang bisa dikembangkan menjadi puluhan kegiatan pra menulis yang bertujuan untuk mempersiapkan jari si kecil sekaligus menjadi pengalaman bermain yang menyenangkan buat si kecil.
Selamat bermain.....

Referensi:

Marsha Dunn Klein. Pre Writing Skills. Therapy skills builders, Arizona, 1990

Senin, 09 September 2013

Migren Pada anak


 



Jika anak anda mengeluh sakit kepala, jangan abaikan kemungkinan migren, karena migrein merupakan penyebab tersering nyeri kepala pada anak




Gejala awal sebelumnya adanya serangan migren dapat berupa anak yang menjadi rewel, depresi, ingin makan manis, lapar, malas, menguap, haus, pucat, lingkar hitam mata bawah, atau kelihatan sakit. Gejalanya tidak khas atau sering luput dari perhatian. Sering pula timbul gejala lain seperti mual, muntah, nyeri perut, hilang nafsu makan, dan anak menghindari cahaya.

Diagnosis migren untuk memastikan apakah anak migren, perlu dilakukan tanya jawab dengan anak dan orang tua, pemeriksaan fisik, pemeriksaan saraf, serta pemeriksaan tekanan darah. Selain kemungkinan migren, anak dapat pula punya gejala seperti migren tapi sebenarnya bukan, misalnya tumor otak, pernah kecelakaan, gangguan aliran darah, radang otak atau sinusitis, gangguan psikologis, dan sebagainya. Kemungkinan ini perlu dipikirkan bila muncul migren pada anak.

Kenali Pencetus Migren

Migren diobat sesuai dengan derajat beratnya nyeri kepala dan juga dengan menghindari pencetusnya. Beberapa yang perlu diketahui oleh orangtua karena dapat mencetuskan terjadinya migren;
    •     Penggunaan obat anti nyeri berlebihan
    •    Faktor psikologis sperti stres, takut, cemas, depresi, atau rasa    kehilangan, dapat menjadi pencetus migren.
    •    Sakit, puasa, letih, kurang tidur
    •     Faktor lingkungan seperti lampu neon, lampu terang, lampu        kedip-kedip, ketinggian, layar komputer
    •    Aktifitas fisik yang mendadak tinggi
    •    Beberapa makanan/minuman terkadang dapat memicu migren      seperti keju tua, sup asam, kopi, teh, cola/soda, makanan yang  diawetkan, dan aspartam.




 Referensi:

Lewis DW,Ashwal S, Dahl G. et al practice Parameter: Evaluation of Childern and Adolescents with Recurrent Headaches.

Mark KJ.Mark P. Migraine headache: Pediactric perspective. www.emedicine.com, Nov 16 2004




Kamis, 04 April 2013

Ssst.... Jangan Berteriak!!!



Mama.....
Aku mau makan coklat... (nada berteriak). Pokok aku ngak mau tau. Cepat maa.....
Hmm.. begitulah cara si buah hati meminta belakangan ini.

 

Untuk mengambil hati orangtua, si kecil kerap berteriak. Bagaimana jika perilaku ini menjadi kebiasaan?
Menginjak usia 5 tahun, banyak sekali kemampuan yang sudah dimiliki si kecil. Salah satunya adalah kemampuan untuk mengekspresikan dirinya. Berteriak adalah salah satu ekspresi yang kerap dilakukan si kecil. Dengan berteriak, ia merasa semua yang ada dalam pikirannya bisa ditangkap oleh orang lain.

Kenali Penyebabnya

Banyak hal yang membuat si kecil gemar berteriak. Misalnya, karena ia meminta sesuatu, ingin diperhatikan, meniru, atau mungkin karena alasan lain. Sebagai orangtua, Anda harus teliti mengenalinya. Mari simak beberapa uraian berikut ini:

·         Minta Perhatian.
Kesibukan orangtua atau hadirnya adik baru kadang membuat si-kakak merasa terabaikan dan tersisihkan. Nah, untuk menunjukan kekecewaannya itu, beragam cara akan dilakukan. Menangis, mengambek, berguling, bahkan bereteriak adalah bentuk komunikasi si kecil yang mudah dan sering dilakukannya. Dengan cara itu, ia berharap orangtua bisa berbagi waktu untuknya atau memedulikannya.

·         Mencontoh sekitarnya
Si kecil adalah copycat yang luar biasa cerdasnya. Memorinya akan merekam segala tingkah laku orang sekelilingnya. Nah, jika orang-orang disekitarnya atau teman-teman sebayanya sering berteriak saat melakukan dan meminta sesuatu, si kecil pun akan mengikuti kebiasaan tersebut.

·         Energi tak tersalurkan
Pada beberapa kasus, seperti anak hiperaktif, tempertantrum (emosional), atau anak autis, perilaku suka berteriak sering muncul. Kelainan tersebut membuat si kecil tidak bisa mengendalikan emosinya dengan  baik. Salah satu kompensasinya adalah dengan berteriak.

·         Karakteristik si kecil
Beberapa teori menyebutkan bahwa anak yang sulit diatur banyak disebabkan oleh faktor kejiwaan orangtua saat mengandung. Stres atau banyak pikiran atau konsumsi nikotin dan adiktif pada ibu yang tengah mengandung akan berdampak pada si janin. Setelah lahir, dampak itu akan makin terlihat. Tidak sedikit bayi yang memperlihatkan kecenderungan sulit diatur. Bahkan, hal itu berlanjut kala ia menginjak usia balita.

·         Pelajari Manupulatif
Sikap ini biasanya dipelajari anak dari pengalaman sebelumnya. Misalnya, jika si kecil mempunyai keinginan yang ditolak orangtua, ia pun mulai berteriak-teriak. Karena tidak tahan melihat tingkah laku si kecil, orangtua akhirnya memenuhi keinginan tersebut.


Jangan Terpancing

Siapa yang tahan mendengar teriakan keras si kecil yang terus menerus? Namun, membalasnya dengan teriakan, apalagi bentakan tentu bukan jawaban. Selain tidak memecahkan masalah, cara itu akan membuat anak akan trauma dan lebih parah lagi akan bereaksi membanting pintu atau barang di sekitarnya! Meninggalkan si kecil yang sedang marah juga bukan tindakan yang bijaksana, sebab ia akan merasa bahwa Anda mengabaikannya. Lalu... apa yang harus orangtua lakukan??
Dekati si kecil, gendong bila memungkinkan, peluk dengan hangat hinga ia merasa betul-betul di sayangi dan dicintai. Perlahan, belai rambutnya dengan lembut sehingga ia akan lebih cepat merasa tenang. Perasaan tenang akan membuat komunikasi Anda dan si kecil lebih muda terjalin.
Selain orangtua tidak perlu tersulut emosi, sebaiknya Anda pun tidak serta merta mengikuti permintaan anak yang tidak realistis. Musalnya ia ngotot minta dibelikan mainan pada malam hari, uang jajan yang cukup besar, gadget, dan lain sebagainya. Anda harus mengatakan ‘tidak’. Tentunya anda mengatakannya tanpa emosi  ataupun bernada memarahinya. Jika anda menjadi marah dan mulai memukul  ataupun tindakan lain yang  membahayakan, bawalah ia ketempat yang lebih aman  hingga anak menjadi tenang. Berilah alasan logis kepadanya. Katakan bahwa ia di ilakbawa ketempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan.
Perlaku suka berteriak sebenarnya bisa hilang dengan sendirinya. Namun, seringkali perilaku ini menjadi kebiasaan. Tentu akan sulit menghilangkannya. Padahal, banyak dampak buruk dari kebiasaan tersebut.


Sumber
Growing up parents guide