Kamis, 24 Januari 2013

Mendisiplinkan Sambil Mengarahkan Hati Anak


“Meskipun telah ditegur berkali-kali dan diberikan hukuman, anak saya masih saja mengganggu dan memukul kawan, saudara sekandungnya, atau bahkan orang tuanya. Ketika apa yang diharapkan si anak tidak tercapai. Tentu hal ini membuat saya sedikit geram..  Karena cape juga ya bu untuk mengingatkannya.”  Demikian ungkapan seorang ibu terhadap saya beberapa waktu lalu karena merasa tidak berhasil mendidik anaknya yang berusia 8 tahun yang menurutnya ‘gemar memukul.’

Bagi anak, tindakan mendisiplinkan pada umumnya dianggap sebagai perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan. Tidak jarang anak marah dan mungkin juga mengalami sakit hati karena menerima hukuman. Karena itu mendisiplinkan haruslah haruslah dilakukan bukan untuk memberi peraturan dan menerapkan hukuman, melainkan juga harus disertai dengan pengajaran dan kasih.
Dalam kitab suci Kristiani prinsip bahwa dibalik hajaran ada pengajaran dapat dibaca dalam Ibrani 12 : 5,6, “hai anakKu, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkannya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk orang yang di akui-Nya sebagai anak.” Dalam bagian ini Tuhan mengambil contoh gambaran seputar hubungan ayah dan anak, seakan-akan hendak menyatakan  bahwa seharusnya seorang ayah mendidik dan memperingatkan anak yang dikasihinya. Hal ini berarti bahwa kita perlu memberi tahu mengapa kita menetapkan peraturan dan memberi hukuman tertentu pada anak. Pemberitahuan ini akan mencegah kita berlaku sewenang-wenang, dan dipihak anak, mereka mengetahui mengapa mereka dilarang melakukan hal tertentu dan apa yang boleh mereka lakukan sebagai gantinya.

Apabila kita melakukan kesalahan dalam mendidik mereka, misalnya karena salah menuduh, atau terlalu keras menghukum , kita tentu perlu meminta maaf. Namun, si anak tetap perlu mendapat pemberitahuan mengenai kesalahan yang telah ia lakukan.
Agar anak tidak sampai merasakan sakit hati yang berkepanjangan, anak perlu menghayati kasih kita sepenuhnya.
Pengalaman anak bersama orangtua harusnya menyenangkan dan lebih diwarnai oleh kegembiraan. Dengan demikian, ketika anak harus menerima peringatan dan hukuman,  ia dapat menghubungkan peringatan dan hukuman itu dengan tingkah lakunya yang tidak dikehendaki. Ia tahu bahwa dirinya tetap dikasihi dan diterima. Suasana penerimaan ini memungkinkannya untuk bersikap kooperatif, sehingga tidak mengulangi perbuatan buruknya itu.
Jangan lupa untuk tetap memberikan penghargaan dan pujian dalam mengajar anak. Seorang anak yang mendapat penghargaan ketika ia berbuat baik, tentu akan merasa senang dan bangga, sehingga hal tersebut menjadi stimulus untuk terus mengulangi hal yang baik.
Selamat mendidik dengan Kasih

Refrensi :

Growing Up Usia 5 – 6 Tahun. 2012. Parens guide. Tiga serangkai, Solo
Heman Elia. 2010. Membentuk Sikap Hati Anak. Gloria Grafa, Yogyakarta

Rabu, 23 Januari 2013

Si Kecil mulai mencuri


Ada saja perilaku si 5 tahun yang ditunjukan kepada Anda. Perilaku ini membuat Anda geleng-geleng kepala. Beberapa hari lalu, misalnya, ia memukul temannya sedang menangis. Sekarang, entah karena apa, ia membawa pulang barang temannya. Saat ditanyai barang siapa yang dipegangnya, dengan enteng dia menjawab miliknya. Mengapa si Kecil berperilaku seperti itu???


Masih Normal

Mencuri adalah mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan si pemilik. Pada usia 3 – 5 tahun, hal tersebut kadang dilakukan si kecil. Mengapa? Karena ia belum terlalu paham akan hak milik. Segala tindakannya belum sepenuhnya timbul karena hati nurani. Si kecil juga masih berfikir bahwa ia boleh mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Ia belum terlalu paham tindakan yang benar dan salah. Itulah mengapa Kathy Leveneassociate director di Earlscourt-Creche Child Development Institute, Toronto, Kanada, menganggap perbuatan mencuri merupakan perilaku normal untuk anakpreschool.
Perilaku tersebut baru dikatakan jahat atau tidak baik jika dilakukan oleh anak usia 6 tahun keatas. “Jika pada usia tersebut anak mengambil hak milik orang lain tanpa izin dengan maksud memiliki dan menguasainya, inilah yang disebut dengan mencuri,” ujar Dr. Seto Mulyadi dalam bukunyaMengatasi Problem anak Sehari-hari. Oleh karena itu sebagai orang tua atau pendidik , Anda sebaiknya tidak memberi label ‘Pencuri’ jika mendapati sikecil  mengambil barang orang lain. Bertindaklah secara wajar dan arif terhadap tindakan yang akan dilakukan, tanpa menunjukan keterkejutan, kemarahan, atau kekecewaan yang berlebihan.
Mencegah Perilaku Mencuri
v  Bantu anak membedakan barang milik orang lain dan milik sendiri sejak dini. Misalnya, memberi label (tanda pengenal) pada barang milik peribadi si kecil
v  Biasakan anak meminta ijin jika menginginkan barang orang lain
v  Berkomunikasi dengan anak agar anda mengetahui kebutuhannya
v  Ada baiknya orang tua memenuhi keinginan anak walaupun tidak seketika. Jika keinginan anak tidak terpenuhi, berikan alasan yang jelas dan jujur.
v  Orang tua membiasakan diri meletakkan barang pada tempatnya. Tempat yang tetap untuk memperkecil resiko dan cepat diketahui jika barang tersebut hilang
v  Terapkan Punishment dan reward. Hal ini perlu agar anak bisa mengulangi perbuatan yang mendapatkan imbalan dan menghentikan perbuatan yang tidak menyenangkan. INGAT tidak memberikan hukuman Fisik atau hadiah yang berlebihan.

Referensi
Growing Up Usia 5 – 6 Tahun. Parens guide. 2012. Tiga serangkai, Solo