“Meskipun
telah ditegur berkali-kali dan diberikan hukuman, anak saya masih saja
mengganggu dan memukul kawan, saudara sekandungnya, atau bahkan orang tuanya. Ketika
apa yang diharapkan si anak tidak tercapai. Tentu hal ini membuat saya sedikit
geram.. Karena cape juga ya bu untuk
mengingatkannya.” Demikian ungkapan
seorang ibu terhadap saya beberapa waktu lalu karena merasa tidak berhasil
mendidik anaknya yang berusia 8 tahun yang menurutnya ‘gemar memukul.’
Bagi
anak, tindakan mendisiplinkan pada umumnya dianggap sebagai perlakuan orang tua
yang tidak menyenangkan. Tidak jarang anak marah dan mungkin juga mengalami
sakit hati karena menerima hukuman. Karena itu mendisiplinkan haruslah haruslah
dilakukan bukan untuk memberi peraturan dan menerapkan hukuman, melainkan juga
harus disertai dengan pengajaran dan kasih.
Dalam
kitab suci Kristiani prinsip bahwa dibalik hajaran ada pengajaran dapat dibaca
dalam Ibrani 12 : 5,6, “hai anakKu, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan
janganlah putus asa apabila engkau diperingatkannya; karena Tuhan menghajar
orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk orang yang di akui-Nya sebagai anak.”
Dalam bagian ini Tuhan mengambil contoh gambaran seputar hubungan ayah dan
anak, seakan-akan hendak menyatakan
bahwa seharusnya seorang ayah mendidik dan memperingatkan anak yang
dikasihinya. Hal ini berarti bahwa kita perlu memberi tahu mengapa kita
menetapkan peraturan dan memberi hukuman tertentu pada anak. Pemberitahuan ini
akan mencegah kita berlaku sewenang-wenang, dan dipihak anak, mereka mengetahui
mengapa mereka dilarang melakukan hal tertentu dan apa yang boleh mereka
lakukan sebagai gantinya.
Apabila kita melakukan kesalahan dalam mendidik mereka, misalnya
karena salah menuduh, atau terlalu keras menghukum , kita tentu perlu meminta
maaf. Namun, si anak tetap perlu mendapat pemberitahuan mengenai kesalahan yang
telah ia lakukan.
Agar
anak tidak sampai merasakan sakit hati yang berkepanjangan, anak perlu
menghayati kasih kita sepenuhnya.
Pengalaman anak bersama orangtua harusnya menyenangkan dan lebih
diwarnai oleh kegembiraan. Dengan
demikian, ketika anak harus menerima peringatan dan hukuman, ia dapat menghubungkan peringatan dan hukuman
itu dengan tingkah lakunya yang tidak dikehendaki. Ia tahu bahwa dirinya tetap
dikasihi dan diterima. Suasana penerimaan ini memungkinkannya untuk bersikap
kooperatif, sehingga tidak mengulangi perbuatan buruknya itu.
Jangan
lupa untuk tetap memberikan penghargaan dan pujian dalam mengajar anak. Seorang
anak yang mendapat penghargaan ketika ia berbuat baik, tentu akan merasa senang
dan bangga, sehingga hal tersebut menjadi stimulus untuk terus mengulangi hal
yang baik.
Selamat
mendidik dengan Kasih
Refrensi
:
Growing
Up Usia 5 – 6 Tahun. 2012. Parens guide.
Tiga serangkai, Solo
Heman
Elia. 2010. Membentuk Sikap Hati Anak. Gloria Grafa, Yogyakarta