Rabu, 18 Januari 2017

Adik Boleh Mengapa Aku Tidak?....


Anak saya  ngambek mendengar adiknya mengatakan bahwa ia memiliki alat tulis baru yang bagus, harganya sedikit lebih mahal dibandingkan yang ia miliki. Belakangan anak saya Yefta (9 tahun) mulai belajar memprotes Privilege dan membandingkan apa yang ia miliki dibandingkan adiknya. Namun, kali ini protes bocah itu lebih hebat dari biasanya.
Antara Iri dan Cemburu
Iri sering disamakan denga cemburu, padahal berbeda. Bea Wehry,Ph.D.  Praktisi pendidikan dan konseling berpengalaman 40 tahun, yang juga pernah mengajar di Western Illinois University di Macomb, Illinois dalam paper ilmiahnya Dealing with Jealously Issuues menyebutkan pendapat Parrot dan Smith (1993) yang melaporkan 2 eksperimen yang menyelidiki secara empiris perbedaan antara iri dan cemburu.

  • Iri dicirikan oleh perasaan Inferior (Rendah Diri)
  • Cemburu dicirikan oleh rasa Takut Kehilangan, Ketidak Percayaan, dan Kecemasan.      
Sekecil apapun, rasa iri, seperti halnya cemburu pada diri seorang anak perlu disikapi dengan bijak oleh orangtua, guru, dan pengasuh anak. Hal ini karena iri bisa dengan  cepat memunculkan hal-hal yang tidak di inginkan. Kekerasan fisik, misalnya, bukan tidak mungkin dilakukan anak kecil gara-gara iri hati yang tampak sepele.
Bagaimana cara menyikapi rasa iri anak dengan bijak, ada dua hal yang bisa dilakukan orangtua:
  • Pertama membantu anak terbuka dengan cara berbicara secara terbuka. Dalam hal ini orangtua tentu harus menjadi pendengar yang baik.
  • Dan yang kedua dengan mempelajari dan menghargai emosi-emosi anak.


Kekeliruan terbesar saya sebagai orangtua (dan orang dewasa lainnya) terkadang dalam menyikapi iri anak pada saudara kandungnya adalah mencoba membuat alasan untuk menghilangkan perasaan-perasaan negative tersebut.
Berikut ini langkah-langkah untuk menyikapi rasa iri si kecil terhadap saudara kandungnya yang mengacu pendapat para pakar.
  1. Cari Tahu Duduk Perkaranya. Orangtua bisa memulai dengan meminta anak menceritakan kejadian yang dialami anak dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan terbuka tentang kejadian-kejadian tersebut. Misalnya ketika di mengambek dan mengatakan, “Mommy curang!”, orangtua dengan lembut bis bertanya, “Ada apa Sayang? Mau cerita ke Mommy? Jika ia bersedia gunakanlah pertanyaan terbuka untuk mengali informasi. Misalnya, “Kenapa kamu bilang Mommy curang?”
  2.  Siapkan Anak Untuk Mengungkapkan Perasaan. Setelah menyampaikan ceritanya, anak sebaiknya  didorong untuk mengatakan bagaimana perasaan mereka ketika kejadian itu berlangsung.
  3. Empati dan Pengertian. Manusia yang belajar menerima emosi yang saling berlawanan dan kompleks berarti sedang belajar menerima dirinya (termasuk anak). Anak bisa menerima dirinya jika orangtua menerima perasaannya. Penerimaan orang tua akan membentuk anak mengetahui bahwa orangtua memahami situasinya sehingga dorongan kemarahan dalam dirinya berkurang (minimal tidak bertambah).

Nah, ketika anak mencoba mengungkapkan perasaanya dengan sungguh-sungguh, kita bisa mengatakan sesuatu seperti “Yefta, kedengarannya Yefta benar-benar marah waktu Yefta tahu  pulpen adik sedikit lebih mahal?” Lalu berikan penjelasan konkret, dan bagaimana mengekspresikan rasa iri tanpa kekerasan atau manipulative. Pastikan juga diri Anda tidak pernah mengumpat umpat perkataan iri terhadap orang lain di depan mereka.




=Selamat Mendidik Dengan Penuh Lika Liku=

Sumber bacaan: Growing up, Parents Guide