Rabu, 18 Januari 2017

Adik Boleh Mengapa Aku Tidak?....


Anak saya  ngambek mendengar adiknya mengatakan bahwa ia memiliki alat tulis baru yang bagus, harganya sedikit lebih mahal dibandingkan yang ia miliki. Belakangan anak saya Yefta (9 tahun) mulai belajar memprotes Privilege dan membandingkan apa yang ia miliki dibandingkan adiknya. Namun, kali ini protes bocah itu lebih hebat dari biasanya.
Antara Iri dan Cemburu
Iri sering disamakan denga cemburu, padahal berbeda. Bea Wehry,Ph.D.  Praktisi pendidikan dan konseling berpengalaman 40 tahun, yang juga pernah mengajar di Western Illinois University di Macomb, Illinois dalam paper ilmiahnya Dealing with Jealously Issuues menyebutkan pendapat Parrot dan Smith (1993) yang melaporkan 2 eksperimen yang menyelidiki secara empiris perbedaan antara iri dan cemburu.

  • Iri dicirikan oleh perasaan Inferior (Rendah Diri)
  • Cemburu dicirikan oleh rasa Takut Kehilangan, Ketidak Percayaan, dan Kecemasan.      
Sekecil apapun, rasa iri, seperti halnya cemburu pada diri seorang anak perlu disikapi dengan bijak oleh orangtua, guru, dan pengasuh anak. Hal ini karena iri bisa dengan  cepat memunculkan hal-hal yang tidak di inginkan. Kekerasan fisik, misalnya, bukan tidak mungkin dilakukan anak kecil gara-gara iri hati yang tampak sepele.
Bagaimana cara menyikapi rasa iri anak dengan bijak, ada dua hal yang bisa dilakukan orangtua:
  • Pertama membantu anak terbuka dengan cara berbicara secara terbuka. Dalam hal ini orangtua tentu harus menjadi pendengar yang baik.
  • Dan yang kedua dengan mempelajari dan menghargai emosi-emosi anak.


Kekeliruan terbesar saya sebagai orangtua (dan orang dewasa lainnya) terkadang dalam menyikapi iri anak pada saudara kandungnya adalah mencoba membuat alasan untuk menghilangkan perasaan-perasaan negative tersebut.
Berikut ini langkah-langkah untuk menyikapi rasa iri si kecil terhadap saudara kandungnya yang mengacu pendapat para pakar.
  1. Cari Tahu Duduk Perkaranya. Orangtua bisa memulai dengan meminta anak menceritakan kejadian yang dialami anak dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan terbuka tentang kejadian-kejadian tersebut. Misalnya ketika di mengambek dan mengatakan, “Mommy curang!”, orangtua dengan lembut bis bertanya, “Ada apa Sayang? Mau cerita ke Mommy? Jika ia bersedia gunakanlah pertanyaan terbuka untuk mengali informasi. Misalnya, “Kenapa kamu bilang Mommy curang?”
  2.  Siapkan Anak Untuk Mengungkapkan Perasaan. Setelah menyampaikan ceritanya, anak sebaiknya  didorong untuk mengatakan bagaimana perasaan mereka ketika kejadian itu berlangsung.
  3. Empati dan Pengertian. Manusia yang belajar menerima emosi yang saling berlawanan dan kompleks berarti sedang belajar menerima dirinya (termasuk anak). Anak bisa menerima dirinya jika orangtua menerima perasaannya. Penerimaan orang tua akan membentuk anak mengetahui bahwa orangtua memahami situasinya sehingga dorongan kemarahan dalam dirinya berkurang (minimal tidak bertambah).

Nah, ketika anak mencoba mengungkapkan perasaanya dengan sungguh-sungguh, kita bisa mengatakan sesuatu seperti “Yefta, kedengarannya Yefta benar-benar marah waktu Yefta tahu  pulpen adik sedikit lebih mahal?” Lalu berikan penjelasan konkret, dan bagaimana mengekspresikan rasa iri tanpa kekerasan atau manipulative. Pastikan juga diri Anda tidak pernah mengumpat umpat perkataan iri terhadap orang lain di depan mereka.




=Selamat Mendidik Dengan Penuh Lika Liku=

Sumber bacaan: Growing up, Parents Guide

Jumat, 31 Oktober 2014

Mengasihi Tanpa Memanjakan


Waktu terus berlalu dengan cepat, rasanya saya sedang berlari sekuat tenaga mengejar detik-demi detik yang terlewatkan setiap hari. Anak-anak juga semakin bertumbuh besar dan mulai memiliki rasa ingin tahu, ingin memiliki, ingin diperhatikan, ingin mengeluarkan pendapat yang yang diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda setiapkalinya.
Ketika kita mendidik anak, kerap kali yang terpikir adalah bagaimana menanamkan kebiasaan baik dan kalau memasukkan anak ke sekolah yang terbaik. Kita berusaha melatih anak agar mereka bisa mandi, mengosok gigi, memakai baju atau sepatu sendiri. Setelah bersekolah, mereka kita harapkan untuk dapat menyiapkan buku, mengerjakan PR dan belajar sendiri tanpa diperintah. Kita juga berusaha agar anak taat pada aturan-aturan yang kita terapkan. Anak perlu hidup teratur. Karena kita mengatur jam berapa mereka harus tidur dan bangun, jam berapa main dan jam berapa makan dan seterusnya. Selain itu, kita jugelarang anak untuk berbohong, mencuri, , memukul, atau memaki-maki orang lain dengan kata-kata tidak senonoh. Membiarkan anak dan mendisiplin mereka dalam hal demikian adalah kewajiban mutlak buat kita sebagai orang tua.
Memberi teladan bukan  suatu hal yang mudah, karena tingkah laku yang baik harus dimulai dari diri sendiri. Sebelum mengkoreksi tingkah laku anak yang baik harus dimulai dari diri sendiri. Sebelum mengkoreksi tingkah laku anak, kita perlu menguji diri, apakah kita sudah berperilaku baik. Biasanya kita akan mendapati beberapa pola tingkah laku kita ternyata kurang pantas diteladani oleh anak-anak. Meskipun demikian, tidaklah mudah bagi kita untuk mengubah sesuatu yang telah menjadi kebiasaan.
Mengubah kebiasaan lama yang kurang baik memang tudak mudah. Meskipun demikian, kita wajib meninggalkan pola lama kita. Ketika kita percaya Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sesungguhnya kita sudah dibekali dengan kemampuan untuk berbuat baik dan memperbaiki karakter kita.
Mendisiplinkan Sambil Mengarahkan Hati Anak
Bagi anak, kegiatan mendisiplin pada umumnya dianggap sebagai perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan. Tidak jarang anak marah dan mungkin juga mengalami sakit hati karena menerima hukuman. Karena itu, mendisiplin haruslah dilakukan bukian sekedar memberi peraturan dan menerapankan hukuman, melainkan juga perlu disertai dengan pengajaran dan kasih.
Prinsip bahwa di balik hajaran ada pula pengajaran dapat kita baca dalam Ibrani 12:5,6. Dalam bagian ini, Tuhan meminjam contoh gambaran seputar hubungan ayah dan anak, seakan-akan hendak menyatakan bahwa seharusnya seorang ayah memperingatkan dan mendidik anak yang dikasihinya. Hal itu berarti bahwa kita perlu memberitahu mengapa kita perlu menetapkan peraturan dan memberi hukuman pada tertentu  pada anak. Pemberitahuan itu akan mencegah kita berlaku sewenang-wenang, dan dipihak anak, mereka mengetahui mengapa mereka dilarang melakukan dan tertentu dan apa yang mereka boleh lakukan sebagai gantinya. Apabila kita melakukan kesalahan dalam mendidik mereka, misalnya karena salah menuduh atau terlalu keras  menghukum, kita tentunya perlu meminta maaf. Namun, si anak tetap perlu mendapat pemberitahuan mengenai kesalahan yang telah dilakukan. Agar anak tidak sampai sakit hati berkepanjangan, anak perlu menghayati kasih kita terhadapnya. Pengalaman anak berama orangtua seharusnya menyenangkan dan lebih banyak diwarnai kegembiraan. Peraturan, larangan, hukuman, penerimaan, penghargaan, maupun pujian membuat anak belajar dari orangtua tentang Tuhan yang juga menghargai ketertiban hidup dan juga kekudusan.
Mengasihi Tanpa Memanjakan
Ada begitu banyak cara yang dilakukan anak untuk mendapatkan perhatian orangtua, bahkan banyak orangtua yang memberikan semua keinginan anak demi mencukupi ‘standart’ kasih sayang menurut orangtua. Saya dan suami memang harus bekerja ekstra demi mencukupi kebutuhan, ada kala ingin memberikan semua keinginan anak pada weekend demi kebahagiaan mereka. Agar anak memiliki hati yang mengasihi, ia perlu mendapatkan kasih sayang yang memadai dari orangtuanya. Bagi orangtua, bukanlah hal yang mudah untuk menciptakan suasana penuh kasih. Beberapa orangtua harus bergumul dengan sifat kurang sabar sebagai dampak dari pengalaman pahit pada masa lalu. Orangtua yang menjadi korban penolakan atau dihukum secara berlebihan pada masa kecilnya akan melampiaskan kemarahan yang kurang beralasan kepada anak-anak mereka. Akibatnya, anak yang tak berdaya harus menerima segala perlakuan buruk orangtuanya.
Kesulitan lainnya adalah kurang tepatnya orangtua menerjemahkan serta menerapkan kasih. Sebagian orangtua menyangka bahwa mengasihi anak itu sma artinya dengan memmanjakan anak. Cukup sering orangtua merasa telah mengasihi anak, tetapi yang orangtua lakukan adalah memberikan apa saja yang anak inginkan. Padahal dengan cara mengasihi seperti inilah, anak tidak belajar mengendalikan dirinya. Sebab, anak terbiasa memperoleh sesuatu dengan mudah. Selain itu, anak lalu cenderung mementingkan diri dan justru kurang mampu saling berbagi kasih dengan orang lain. Untuk menumbuhkan kasih, kita perlu meletakkannya dalam bingkai ketertiban dan keteraturan.
Ada kalanya orangtua dikaruniai anak yang kurang menarik, memiliki kelemahan baik secara fisik, gangguan cromosom, atau mental. Belasan tahun saya mendidik mereka dan mengenal mereka dengan baik dan begitu kental sehingga menjadi bagian inspirasi terbesar saya, baik orangtua maupun anak ada kala merasa terpukul dengan kondisi tersebut. Keadaan demikian menuntut orangtua untuk lebih serius lagi untuk menerima dan mengasihi anak mereka.
Persoalan lain adalah keterbasan waktu yang dimiliki oleh orangtua dan anak. Ketidak hadiran orangtua dalam hidup anak akan membuat anak berfikir bahwa dirinya tidaklah penting. Beberapa anak yang saya temui di sekolah atau beberapa mahasiswa/i saya mengembangkan pemikiran bahwa dirinya tidak pantas dikasihi. Sebagai akibatnya, anak-anak yang kekurangan perhatian dari keluarga akan berupaya segenap daya agar diri mereka mendapat perhatian dari orang lain. Agar anak mendapatkan perhatian yang cukup, orangtua perlu merancang waktu dan menjadwalkan kegiatan kebersamaan dengana anak setiap harinya. Waktu untuk kebersamaan dengan anak perlu dibuat dengan kesungguhan dan diberi prioritas yang memadai.
Yang tak kalah penting adalah terciptanya suasana pernikahan yang penuh kasih. Orangtua harus memelihara kesetiaan terhadap pasangan agar anak dapat menyaksikan bagaimana kasih itu dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Melalui pernikahan orang tua yang sehat, anak belajar untuk menerapkan kasih pada oranglain dalam bentuk kesetiaan.
Semoga Tuhan Menolong kita untuk menjadi keluarga Kristus yang memancarkan kasih dimanapun kita berada..
Sumber bacaan:
Elia, Heman. 2010. Membentuk Sikap Hati Anak. Yogyakarta: PT. Gloria Utama Mulia.
Gunadi, Paul. 2009. Bantal Keluarga. Jakarta: Metanoia




Rabu, 08 Januari 2014

G O L D E N  K I D S
PUSAT PELATIHAN, BIMBINGAN BELAJAR, 
HOMESCHOOLINGdan SHADOW TEACHER 
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia atau yang dikenal FKIP – UKI Jakarta  telah membuka laboratorium yang berfungsi sebagai sekolah Anak Berkebutuhan Khusus dengan Metode Home schooling dikombinasi dengan Sekolah Alam. Dengan Visi Menjadikan anak ABK hidup mandiri dan memiliki keterampilah dan menggali kemampuan anak untuk dikembangkan sebagai modal kemandiriannya dimasa yang akan datang. Golden Kids hadir melayani dengan KASIH yang tulus dan biaya yang sangat terjangkau
Mencocokan Gambar

Meronce

Bermain Bersama

Dengan Kurikulum 9 Kecerdasan Jamak Howard Gardner diharapkan Siswa menjadi Mandiri dan menemukan Potensi diri.  Dilengkapi dengan Programer Kurikulum, Dokter Sp.Kj, Psikolog, Konselor, dan tenaga Terapis

Kelas yang disiapkan
Clasical :
Pagi Pukul 09.00 – 12
Siang Puk ul 13.00 – 15.30


Home dan Shadow Teacher:
Disesuaikan dengan waktu anak dengan durasi 1 jam 30 menit.

Kapasitas kelas maksimal 5 siswa dengan 3 pengajar
Kegiatan bulanan mencakup :
  1.   Berenang
  2. Memasak
  3. Binadiri
  4. Melukis
  5. Temu dokter  per enam bulan
  6. Tes Psikologi
  7. Acara Keagamaan
  8. Field Trip
  9.  Dan berbagai kegiatanpengembangan pontensi diri


Kegiatan Berbagi Di Kebun Binatang  Ragunan
Belajar membuat susu di Cimory



Berlokasi di Kampus UKI (Universitas Kristen Indonesia) 
Gedung Ekonomi lt. 2
telp. 021-8092425 / 8009190 ext. 314
atau
Ms Melda 081317188336
Ms Ririn 085216888066

Rabu, 02 Oktober 2013

Anakku Mulai Membantah



Saya tidak habis pikir dengan perilaku si sulung belakangan ini. Yefta (6,5 tahun) beberapa bulan lalu memperlihatkan sikap yang kurang nyaman dari pandangan saya dan suami. Jika diminta mandi, ia selalu menjawab “nanti saja,malas”, atau seperti biasa tugasnya menyiapkan minum untuk kami sepulang bekerja dia akan menjawab “mommy ambil sendiri ya!”, bahkan ketika diminta merapikan mainan dia akan menjawab “saya cape, mau nonton dulu”. Berulang ulang dilakukan saya mulai tak sabar dan marah.

Membantah! Hampir semua anak pernah membantah atau melawan orangtuanya. John Gray, Ph.D., dalam Children Are From Heaven, perlawanan seorang anak terhadap orangtuanya terjadi karena anak mulai mempunyai kemauan, keinganan dan kebutuhan sendiri. Perilaku tersebut juga menandakan perkembangan kemandirian pada anak. Mungkin ia sudah merasa menjadi anak yang cukup besar yang bisa melakukan segalanya sendiri. Perasaan tersebut membuat sikecil mudah tersinggung jika ada tekanan dari luar dirinya. Itulah mengapa sikapnya bisa berubah saat mendengar kata-kata perintah atau laranangan. Perubahan sikap tersebut bisa membentuk anak menjadi penurut atau justru melakukan perlawanan. Namun, perasaan mandiri tidak selamanya jelek sebab kemandirian itu juga bermakna bahwa anak sudah punya pendirian, potensi yang sangat penting bagi kreativitas anak. Tidak hanya itu. Aksi perlawanan juga bisa muncul jika ia merasa diperlakukan tidak adil. Anak tersebut diminta melakukan sesuatu dengan cara kasar, merendahkan harga dirinya, dan dituntut untuk menuruti kemauan orangtuanya sehingga ia melakukan tindakan perlawanan.

Hati-hati Jika Sering Terjadi
Dilarang sedikit saja, sikecil bisa melakukan membantah, memberontak atau bahkan melawan. Bagaimana jika perilaku tersebut sering muncul? Jangan diamkan saja. Sebagai orangtua Anda mempunyai kewajiban untuk mengurangi kebiasaannya tersebut. Berikut hal yang bisa Anda lakukan.

-      Hargai Anak. Sikap yang adil, hangat, penuh kasih sayang dan cenderung menghargai anak akan melahirkan sikap yang kooperatif pula. Inilah yang seharusnya lebih dulu diciptakan oleh keluarga.

-      Dengarkan keluhannya. Sediakan waktu sedapat mungkin untuk mendengarkan keluhan dan penolakan anak. Jika si kecil merasa kebutuhan untuk dimengerti sudah terpenuhi, seketika itu sebagian besar perjuangannya sudah selesai. Anak akan menyadari bahwa ia begitu diperhatikan oleh orangtuanya.

-    Ungkapkan dengan Jelas. Ketika menemukan sikapnya yang mulai menjengkelkan, ungkapkan ketidak senangan Anda dengan kalimat jelas dan tidak memojokkan anak. Dari pada mengatakan, “ayo cepat mandi, Mama ngak suka punya nak malas dan bau”, lebih baik katakan “Yuk, sayang kita mandi, biar wangi dan tidak kotor setelah itu kita bermain lagi”.

-      Berupaya Lebih Akrab. Binalah hubungan yang hangat dan akrab dengan sikecil. Makin menyenangkan anak dimata sikecil, tentu ia akan lebih terbuka. Jangan lupa tanamkan nilai-nilai moral, dan norma sosial yang berlaku.

-     Beri Hukuman. Jika cara diatas tidak juga berhasil, perlu upaya lain untuk terus mengingatkannya. Salah satunya dengan memberikan hukuman. Gunakan hukuman langsung yang terasa akibatnya.  Misalnya, “kalau kami tidak merapikan mainan yang berserakan ini, mama akan simpan ditempat tersembunyi dan kamu tidak dapat bermain sampai besok sore.” Namun, hindari hukuman fisik dan kata-kata tajam.


Selamat mendidik


Referensi :

Growing up usia 5 – 6 tahun

Senin, 16 September 2013

Merengek Lagi.. Lagi.. lagi Merengek





Banyak cara yang dilakukan anak untuk mendapatkan perhatian orangtuanya. Salah satunya dengan cara merengek. Bagaimana menghadapi perilaku tersebut?...


“Ma, aku mau boneka itu,” pinta Jeanet sambil menunjuk boneka baru milik temannya.
“Loh, de.. kamukan ada boneka panda yang sama, nih lihat samakan” bujuk saya sambil menunjukan boneka panda coklat miliknya. “Ngak mau, aku maunya yang itu yang pink” desak putri kecil saya yang kala itu berusia 3,5 tahun..

Merengek! Hampir semua anak pernah merengek. Perilaku tersebut merupakan hal yang biasa pada anak-anak dan bukan pertanda sikap manja. Merengek merupakan bentuk ekspresi rasa frustasi dan rasa tidak bahagia anak. Oleh karena itu si kecil akan cenderung merengek saat dirinya merasa lelah, sakit, kesal, lapar atau bosan. Merengek juga akan timbul karena kata ‘tidak’ dari orangtua. Dengan merengek si kecil berharap bisa mengubah kata ‘tidak’ menjadi kata ‘ya’. Kebiasaan tersebut biasnya dimulai dari usia batita dan terus berlangsung hingga tahun-tahun awal masa sekolah.

Agar hal itu tidak terjadi pada buah hati Anda, cermati beberapa kiat berikut:

-      Ajarkan komunikasi efektif
Berikan contoh yang baik bagaimana cara berkomunikasi yang efektif. Jika sikecil menginginkan sesuatu, ajarkan ia berkata, “ma, aku mau mobil-mobilan itu. Boleh, tidak ?”

-      Beri perhatian
Anak kerap merengek karena ingin mendapatkan perhatian orangtuanya. Oleh karena itu, sesibuk apapun Anda, sebaiknya jangan lupa untuk memberi perhatian kepada buah hati Anda. Banyak cara bisa dilakukan, misalnya dengan menelponnya saat Anda sibuk dikantor atau sedang tak ada dirumah.

-       Alihkan konsentrasinya
Saat anak meminta sesuatu sambil menangis, jelaskan bahwa rengekannya itu tidak akan berhasil, Anda mau mendengarkannya jika ia menggunakan suara biasa. Jika cara ini tidak berhasil, tidak ada salahnya jika Anda mengalihkan konsentrasinya pada hal lain yang menarik perhatiannya.

-       Biarkan anak membuat keputusan
Bantulah anak agar lebih mempunyai  kontrol terhadap dirinya.

-      Berikan reward
Ajarkan anak Anda meminta sesuatu secara sopan meskipun cara itu tidak menjamin permintaannya dipenuhi. Anak harus belajar bahwa segala keinginannya tidak harus terpenuhi.

-      Orangtua jangan merengek
Jika sekali waktu, tanpa sadar Anda meminta pada anak atau pasangan, dengan cara merengek, jangan salahkan anak jika mencontohnya.

-      Penuhi kebutuhan dasarnya
Kondisi lelah, lapar, atau sakit bisa membuat anak rewel dan suka merengek.


Referensi :

Growing up usia 5 – 6 tahun

Selasa, 10 September 2013

Mempersiapkan Jari Tangan si Mungil Untuk Menulis




Sebenarnya Kesiapan menulis dimulai dari tempat bermain anak, bukan didalam kelas atau bahkan diatas meja belajar. Mungkin banyak diantara kita yang mengangap bahwa latihan menggunakan alat tulis seperti crayon, pensil, spidol ataupun pulpen adalah cara yang paling tepat untuk memulai mengajarkan anak dengan kegiatan menulis. 

Menulis adalah suatu aktifitas yang kompleks yang mencakup gerakan tangan, jari, dan mata secara terintegrasi. Banyak sekali kemampuan yang terlihat ketika sikecil sedang duduk menulis goresan sederhana

Seperti yang dilakukan oleh putri kecil saya Jeanet saat berusia 2 tahun.


Sebelum si kecil siap untuk menulis, ada baiknya terlebih dahulu  diperkenalkan kegiatan yang mendukung kemampuan menulis atau yang biasanya disebut kegiatan pra menulis. Pada kegiatan ini motorik halus sebagai kemampuan dasar yang harus dikuasai untuk menulis dilatih, disamping juga untuk menumbuhkan minat dan motivasi anak untuk menulis dan belajar.

Berikut ini adalah beberapa contoh kegiatan pra menulis yang menyenangkan bagi si kecil, antaralain:

v  Mari Menabung
Alat yang dibutuhkan:
-      Kotak atau kardus sepatu yang salah satu sisinya sudah dilubangi 2 atau 3 lubang dengan cutter, usahan lubang berada tidak sejajar/searah satu dengan yang lainnya, hal ini agar permainan lebih bervariasi dan bertantangan
-      Koin/kancing baju (lebih baik dengan bermacam-macam ukuran)
Permainan ini melatih pola pegang alat tulis (3 jari), koordinasi mata tangan, serta melatih kecekatan dan keluwesan jari tangan serta pergelangan tangan (bila anak mencoba memasukkan koin/kancing dengan berbagai macam posisi lubang.

v  Membantu Menjemur
Alat yang dibutuhkan:
-      Jepitan jemuran
-      Gambar favorit anak, foto, saputangan, kaus kaki si kecil
-      Tali (terbentang diikat diantara 2 kursi kecil)

Permainan melatih pola pegangan alat tulis (3 jari), melatih kekuatan jari-jari, koordinasi dua tangan, serta koordinasi mata-tangan.

v   Memasukkan Kacang Hijau kedalam Sedotan.
Alat yang dibutuhkan:
-      Sedotan plastik besar dan kacang hijau
Permainan ini melatih pola pegang alat tulis, koordinasi dua tangan, koordinasi mata-tangan, melatih kecekatan dan keluwesan jari tangan serta melatih konsentrasi dan kesabaran si kecil.

v  Bermain Pipet air
Alat yang dibutuhkan:
-      Pipet (bisa dibeli diapotek)
-      Air (lebih baik ditambahkan dengan pewarna makanan)
Permainan ini melatih koordinasi mata-tangan, melatih kontrol kekuatan dan gerakan jari tangan si kecil.


Kegiatan-kegiatan diatas merupakan sebagian kecil yang bisa dikembangkan menjadi puluhan kegiatan pra menulis yang bertujuan untuk mempersiapkan jari si kecil sekaligus menjadi pengalaman bermain yang menyenangkan buat si kecil.
Selamat bermain.....

Referensi:

Marsha Dunn Klein. Pre Writing Skills. Therapy skills builders, Arizona, 1990